Rabu, 01 Maret 2017

Sabda Rindu sang Mantan

waktu hampir habis malam ini
kau masih terdiam di balik pilarmu
aku menunggu
saat kau masih termangu dalam egomu
hujan telah mengerti akan rindu
maka itu ia kirim gerimis sebagai pertanda
rindu sebentar lagi basah 
namun kau tak jua mengerti 
dan menghilangkan hadirku 
di antara dua bola matamu
senyum itu menyakitkan
manakala kau masih angkuh
sakitnya hati kian tak terperihkan
kutahu maksudmu membiarkanku begini
namun sayangku tak surut jua
hening,
sepi,
diam,
meresapi keping keping sedih berserakan
menanti, 
kau tak jua datang...

Lama sudah aku berusaha meredam gejolak perasaan ini, setiap detik, menit, jam hari, minggu dan bahkan berbulan – bulan lamanya yang telah menahun. Ada apa aku ini? Kenapa tiba – tiba aku teringat lagi padanya yang telah lama hilang. Meski ia tak pernah benar – benar hilang dari ingatan hatiku. Tuhan…! Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku berteriak, meneriakkan rindu yang kian membuncah ini? Atau haruskah aku meratapi kehilangan dirinya hingga tak terbatas? Mengapa? mengapa perasaan ini harus menyiksa? Mengapa cinta dan rindu justru menyakitkan? 
Benar yang dikatakan salah seorang sahabat, “bahwa kita tidak akan pernah benar – benar merasa memiliki dan menyayangi sesuatu sebelum kita kehilangan sesuatu itu.” dan itulah yang aku rasakan saat ini, aku merasakan kerinduan yang tiada tara. Kerinduan yang selalu datang menagih terlebih ketika aku sedang bercumbu dengan sepiku saat malam. Apa yang mesti aku perbuat ketika semua perasaan itu ada dan mengalir deras untuk menemukan muaranya? Tak ada. Tak ada yang bisa aku lakukan kecuali meratapi kehilangan dan menikmati rindu yang bersemayam. 
Benar pula apa yang dikatakan Kahlil Gibran dalam bukunya yang menyatakan bahwa “Cinta tak menyadari kelemahannya, sampai ada saat perpisahan.” Sekarang aku benar – benar menyadari bahwa aku lemah karena cinta. Cinta telah membawaku pada satu sisi hidup yang sebenarnya tak ingin aku saksikan. Bilakah cinta kan menyakitkan karena memilikimu hanya tuk dicintai. Bila semua kan mengakhiri rasaku, anganku padamu andai aku mampu. Tak mudah aku mengakhiri…

Aku merasa rindu itu begitu menyiksa
kesepian memenuhi setiap relung hati...
Tuhan...jika dunia tak lagi punya rindu
lantas dimana cinta terperangkap???
padahal cinta adalah rumah paling indah di singgahi...

Goresan pena di atas cukup mewakili rasa galau dan balaunya hatiku karena didera rindu yang menggila. Di mana cinta terperangkap? Jawabannya aku juga tak tahu yang kurasa hanyalah cinta semu tak menemukan labuhannya. Perpisahan ini aku pikir takkan menyita banyak waktu untuk memikirkannya. Banyak hari yang kulewati, aku dengan seteguh – teguhnya hatiku, berusaha untuk tak menghadirkannya lagi dalam angan dan pikiranku. Tapi malam ini semua telah terungkap, semua telah ruah seperti berhamburan. Perasaan yang tertawan rindu sekian waktu.
Malam ini harusnya aku tak lagi mengingatmu Orang yang telah hadir di kehidupanku dan menjadi onak, duri dan juga buah rindu serta bunga cintaku. Di balik kebencianku terhadapnya ternyata masih tersimpan cinta dan sayang. Aku merasa tak kuasa menanggungkan beban perasaan ini. Aku bersyukur adanya kenangan, aku bersyukur adanya dia yang menjadikan kenangan untukku. Yah, mesti hanya harus berakhir menjadi kenangan. 
Dalam keheningan malam ini, kucoba untuk menepis bayangannya agar menjauh. “Please...hanya untuk malam ini. Tolong jangan kembalikan ingatanku padanya. Sebab aku akan tersiksa karenanya.” Lirihku sedih.
Oh... Tuhan salahkah aku memiliki perasaan cinta yang mungkin akan Kau anggap sangat berlebihan. Dan salahkah aku karena rindu ini, yang justru sejenak melupakan kerinduanku pada Mu? mengapa semua ini harus terjadi padaku. Meratapi perpisahan dan menyadari adanya cinta setelah perpisahan. Mengapa baru sekarang aku rasakan perasaan cinta dan rindu demikian hebatnya, mengapa tak sejak dulu saat aku masih bersamanya? Mungkinkah ada rencana di balik ini Tuhan...
Semakin aku resapi kesepian semakin ia merasuki pikiranku dan semakin pula rindu itu datang menyerbu di sela kehadiran bayangnya menyapa. Sepi – sepi masih bersabda dalam diamku... seperti sabda sepi bermetamorfosa membentuk jalinan kata demi kata dalam untaian puisi. Sengaja kucipta untuk menghibur diriku. Sengaja kucipta untuk mengisi galau dan gelisahku...sengaja kucipta sabda Rindu !!!